BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam
Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an
maupun sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum
syara’, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena
memang keduanya merupakan wadah yang dapat dotimba norma hukum. Ijma’ dan qiyas
juga termasuk cara dalam menemukan hukum. Sedangkan dalil adalah bukti yang
melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah,
yaitu larangan atau perintah Allah.
Apabila terdapat suatu kejadian, maka
pertama kali yang harus dicari sumber hukum dalam Al-Qur’an. Jika kurang jelas
maka bisa juga dengan Sunnah apabila masih kurang maka dengan sumber hukum yang
lainnya yaitu Ijtihad.
Untuk mengetahui lebih jauh penulis
mencoba membahasnya dengan sebuah makalah yang berjudul “AL-QUR’AN, SUNNAH DAN
SUMBER AJARAN ISLAM”.
B. Rumusan Masaah
1.
Apa yang di maksud Al-Qur’an
2.
Apakah yang dimaksud
dengan sunnah ?
3.
Apa yang di maksud dengan ijtihad ?
BAB II
PEMBAHASAN
AL-QUR’AN, SEJARAH TURUNNYA
AL-QUR’AN,HADIST ATAU SUNNAH,
DAN SUMBER AJARAN ISLAM
1.
AL-QUR’AN
1. pengertian Al Qur'an secara etimologi (bahasa)
Ditinjau
dari bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata
benda (masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang
berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata
tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah al Qur'an yaitu pada surat al
Qiyamah ayat 17 - 18.
2. Pengertian Al Qur'an secara terminologi (istilah
islam)
Secara
istilah, al Qur'an diartikan sebagai kalm Allah swt, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari
Allah swt sendiri dengan perantara malaikat jibril dan mambaca al Qur'an
dinilai ibadah kepada Allah swt.
SEJARAH
TURUNNYA AL-QUR’AN
Al
Quran diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al Quran terdiri dari 30 Juz, 6666 ayat, 114 surah dan diturunkan setahap demi setahap selama kurang lebih dua puluh tiga tahun.
Al
Quran diturunkan kepada nabi Muhammad dengan tiga cara, yaitu pertama malaikat
Jibril turun dalam wujud manusianya dan membacakan ayat-ayat Al Quran kepada
nabi Muhammad, kemudian beliau mengikutinya. Kedua, adalah Al Quran turun tanpa
perantara malaikat Jibril, sehingga tiba-tiba saja ayat-ayat Al Quran tersebut
muncul dalam pikiran nabi Muhammad dan yang ketiga adalah Al Quran turun dengan
didahului terdengarnya suara gemerincing lonceng yang sangat kuat. Cara
terakhir adalah cara yang dirasa nabi Muhammad sangat berat saat menerima wahyu
Allah SWT.
Al
Quran yang telah diturunkan ini kemudian diajarkan kepada keluarga dan
sahabat-sahabat nabi terlebih dahulu sebelum akhirnya disyiarkan secara
terang-terangan kepada masyarakat luas. Pada awalnya Al Quran ini hanya
dituliskan pada media seadanya saja seperti kulit unta, tulang binatang dan
lain-lain, mengingat pada zaman itu belum ditemukan manfaat kertas sebagai media
untuk menuliskan Al Quran.
Pada
zaman nabi Muhammad, Al Quran tidak diperbolehkan untuk ditulis, melainkan
hanya dihafalkan saja di luar kepala baik oleh nabi Muhammad maupun
sahabat-sahabatnya. Sementara itu, untuk menjaga kemurnian Al Quran, setiap
malam di bulan Ramadhan malaikat Jibril turun ke bumi dan membacakan ayat-ayat
Al Quran tersebut dan nabi Muhammad mendengarkannya dengan seksama. Nabi
Muhammad sendiri melarang penulisan Al Quran ini dalam media apapun dalam satu
kesatuan.
2.
SUNNAH ATAU HADIST
Hadits
disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti
"adat-istiadat" atau "kebiasaan" (traditions).Sunnah
adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta kebiasaan
Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya
Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.
Sunnah
merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran.
Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara
tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan
contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan
“Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan
ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.
- Pengertian sunnah menurut bahasa (etimologis) Menurut bahasa sunnah berarti:
اَلطَّرِ يْقَةُ مَحْمُوْْدَةً كَا نَتْ او مَذْمُوْ مَةً
Artinya: “Jalan yang terpuji atau
yang tercela.” Dalam kaitan sunnah yang diartikan dengan السيرة . atau… الطر يقة…
Khalid bin ‘Utbah Al-Hadzi mengatakan:
فَلاَ تَجْزَ عَنَّ مِنْ سِيَرَةٍ اَنْتَ سَرَتَهَا فَاَوَّلُ رَاضٍ سُنَّةً مَنْ يَسِيْرُهَا
Artinya: “Janganlah kamu halangi perbuatan yang telah kau lakukan, karena orang yang pertama menyenangi suatu perbuatan adalah orang yang melakukannya”.
Bila kata sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang dimaksudkan tiada lain kecuali segala sesuatu yang diperintahkan, dilarang, atau dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Dan apa bila dalam dalil hukum syara’ disebutkan al-Kitab dan al-Sunnah, berarti yang dimaksudkan adalah al-Qur’an dan Hadis.
- Pengertian sunnah menurut istilah (terminologi) Sedang sunnah menurut istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi tiga golongan: Ahli Hadis, Ahli Ushul dan Ahli Fikih.
a) Pengertian sunnah menurut ahli
hadis adalah:
ما اثِرَ عنِ النبى ص م مِن قولٍ أو فعل أو تقرير أو صفة أو خَلْقِيّةٍ أوسِيَرَةٍ،سواء كان قبل البِعْثَةِ أو بعدها
Artinya: “Segala yang bersumber dari Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya”.
Jadi dengan definisi tersebut,
para ahli hadis menyamakan antara sunnah dan hadis. Tampaknya para ahli hadis
membawa makna sunnah ini kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW. Baik yang melahirkan
hukun syara’ maupun tidak. Hal ini bisa dilihat dari definisi yang diberikan
mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya sebagai rasul.
Akan tetapi bagi ulama Ushuliyyin
jika antara sunnah dan hadis dibedakan, maka bagi mereka, hadis adalah sebatas sunnah
Nabi SAW saja. Ini berarti sunnah cakupannya lebih luas dibanding hadis.
b) Pengertian sunnah menurut ahli ushul
mengatakan:
Sunnah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW. Yang berhubungan dengan hukum syara’, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrir Beliau. Berdasarkan pemahaman seperti ini
mereka mendefinisikan sunnah sebagai berikut: “Segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi SAW. Selain al-Qur’an al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara”.
c) Pengertian sunnah menurut ahli fikih sebagai
berikut:
Artinya: “Segala ketetapan yang
berasal dari Nabi SAW selain yang difardukan dan diwajibkan dan termasuk hukum
(taklifi) yang lima.”
Para ulama ahli fikih apabila mereka
berkata perkara ini sunnah, maksudnya mereka memandang bahwa pekerjaan itu
mempunyai nilai syariat yang dibebankan oleh Allah SWT. Kepada setiap orang
yang baligh dan berakal dengan tuntutan yang tidak mesti. Dengan kata lain
tidak fardhu dan tidak wajib (menurut ulama hanafiyah) dan tidak wajib (menurut
ulama fikih lainnya).
Macam-macam Hadits atau Sunnah
Hadits
atau sunnah dilihat dari segi bentuknya, diantaranya:
1.
Qauliyah yakni
semua perkataan Rasulullah
2.
Fi’liyah yakni
semua perbuatan Rasulullah
3.
Taqririyah yakni
penetapan, persetujuan dan pengakuan Rasulullah
4.
Hammiyah yakni
sesuatu yang telah direncanakan oleh Rasulullah dan telah disampaikan kepada
para sahabatnya untuk dikerjakan namun belum sempat dikerjakan
dikarenakan telah datang ajalnya.
5.
Mutawatir yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak
6.
Masyhur yaitu
diriwayatkan oleh banyak orang, namun tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat
mutawatir
7.
Ahad yaitu
diriwayatkan hanya oleh satu orang saja.
8.
Hadits atau sunnah dilihat dari segi kualitasnya, diantaranya:
9.
Shahih yakni
hadits yang benar dan sehat tanpa ada keraguan atau kecacatan.
10.
Hasan yakni
hadits yang baik, memenuhi syarat seperti hadits shahih, letak
perbedaannya hanya dari segi kedhobitannya (kuat hafalan). Hadits shahih
kedhobitannya lebih sempurna daripada hadits hasan.
11.
Dhaif yakni
hadits yang lemah.
12. Maudhu yakni hadits yang
palsu atau dibuat-buat.
3.
SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
1.
IJTIHAD
Ijtihad
adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang
tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya
disebut Mujtahid.
Pada
dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai
Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Lazimnya,
Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat
Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan
secara bersama-sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau
kesepakatan. Wallahu a'lam.
Macam-macam Ijtihad
1.
Ijma’
Yaitu kesepakatan para ulama (mujathid) dalam menetapkan suatu hukum-hukum berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Adapun hasil dari ijma’ adalah fatwa, yakni keputusan bersama para mujtahid yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Yaitu kesepakatan para ulama (mujathid) dalam menetapkan suatu hukum-hukum berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Adapun hasil dari ijma’ adalah fatwa, yakni keputusan bersama para mujtahid yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2.
Qiyas
Yaitu menggabungkan atau menyamakan. Artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru muncul, yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
Yaitu menggabungkan atau menyamakan. Artinya menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru muncul, yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
3.
Istihsan
Yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena adanya suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Berbeda dengan Al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam. Istihsan ini adalah salah satu cara yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja.
Yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena adanya suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Berbeda dengan Al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para jumhur ulama sebagai sumber hukum Islam. Istihsan ini adalah salah satu cara yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja.
4.
Maslahah Mursalah
Yakni kemaslahatan
yang tidak disyari’atkan oleh syar’i dalam wujud hukum, dalam rangka
menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau
menyalahkan.
5.
Sududz Dzariah
Yakni
tindakan dalam memutuskan sesuatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan dan kemaslahatan umat.
6.
Istishab
Yakni menetapkan ssuatu keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya perubahan keadaan itu. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang menunjukkan adanya perubahan.
Yakni menetapkan ssuatu keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya perubahan keadaan itu. Atau menetapkan berdasarkan hukum yang ditetapkan pada masa lalu secara abadi berdasarkan keadaan, hingga terdapat dalil yang menunjukkan adanya perubahan.
7.
Urf
Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan, adat atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu.
Yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan, adat atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu.
BAB III
KESIMPULAN
•
Al-Qur’an
sebagai wahyu dan mukjizat terbesar Rasulullah saw. Mempunyai dua pengertian ,
yaitu pengertian secara Etimologi ( bahasa ) dan pengertian menurut terminology
( istilah )
•
Kodifikasi
atau pengumpulan Al- Qur’an sudah dimulai sejak zaman Rasulullah
saw, Saat Rasulullah saw masih hidup, ada beberapa orang yang ditunjuk untuk
menulis Al-Qur’an yaitu Zaid bin Zabit, Ali bin Abithalib, Muawiyah bin abu
Sofyan, Ubay bin Kaab. Nabi juga memerintahkan para sahabat utuk menuliskannya
diatas pelepah-pelepah kurma, lempeng-lempengan batu, dankeping-keping tulang
•
Al-
Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus, Al-Qur’an turun secara
berangsu-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Para
ulama membagi masa turunnya Al-qur’an ini di bagi menjadi dua
periode, yaitu periode Mekkah dan perode Madinah.
•
Pengertian
sunnah menurut istilah (terminologi) Sedang sunnah menurut istilah, dikalangan
ulama terdapat perbedaan-perbedaan pendapat
•
Pengertian
Hadis Secara Etimologis Hadis atau al- hadits menurut bahasa adalah al- jadid
yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu
yang dekat atau waktu yang singkat
•
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan
pendapat hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam
Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut Mujtahid.
•
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan
Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga
berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Manzhur, Ibnu, Lisan
Al-Arab,juz II, (Mesir: Dar Al-Mishriyah), hlm. 436
Ibn Abdillah Al-Tirmisi, Muhammad Mahfudz, Manhaj Dzawi Al-Nazhar, (Jeddah: Al-Haramain, 1974), cet.ke-3, hlm. 8
Al-Siba’i, Dr.Mustafa, Al-Sunnah Wa Makanatuha Fi Al-Tasyri’ Al-Islami, (Kairo: Dar Al-Salam, 1998), cet. Ke-I
Ajjaj Al-Khatib, Muhammad, Al-Sunnah Qabla Al-Tadwin, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1997), hlm. 27
Ibn Abdillah Al-Tirmisi, Muhammad Mahfudz, Manhaj Dzawi Al-Nazhar, (Jeddah: Al-Haramain, 1974), cet.ke-3, hlm. 8
Al-Siba’i, Dr.Mustafa, Al-Sunnah Wa Makanatuha Fi Al-Tasyri’ Al-Islami, (Kairo: Dar Al-Salam, 1998), cet. Ke-I
Ajjaj Al-Khatib, Muhammad, Al-Sunnah Qabla Al-Tadwin, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1997), hlm. 27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar